(Sumber foto: Goodreads)
Judul Buku: After School Club
Penulis: Orizuka
Penerbit: Bentang Belia, Yogyakarta
Cetakan: II, Agustus 2012
Tebal: viii + 244 halaman
ISBN: 978-602-9397-40-6
bipolarid.com – Harta kekayaan berlimpah yang dimiliki orang tua, terkadang membuat seorang anak hidup dalam zona aman dan nyaman, sehingga menyebabkan si anak mandul dalam berpikir serta kesulitan menentukan sikap. Parahnya lagi, bila kemudian si anak menjadi sosok tak berkarakter, cuek terhadap lingkungan sekitar dan tidak memiliki impian hidup atau cita-cita. Novel remaja berjudul ‘After School Club’ mencoba memotret kehidupan seorang remaja yang sedari kecil selalu dimanjakan limpahan materi orang tuanya.
Adalah Putra (tokoh utama novel ini) yang tengah duduk di bangku SMA dan merasakan kejenuhan menjalani rutinitas kesehariannya yang terasa sangat membosankan. Betapa tidak? Ia hidup bersama para pembantu. Ayahnya sejak pagi sudah sibuk di kantor. Sementara ibunya, telah diceraikan ayah sejak lama, tepatnya saat ibu kepergok berselingkuh. Putra bahkan sempat berpikir, kemungkinan ibunya terpaksa berselingkuh karena ayah yang terlalu sibuk di kantor, sampai-sampai tak memiliki waktu untuk keluarga.
Di sekolah, Putra termasuk cowok populer karena ketampanan dan kekayaan yang dimiliki ayahnya yang menjabat sebagai direktur di beberapa perusahaan. Tentu saja Putra menjadi incaran banyak gadis karena ia adalah anak tunggal pewaris harta kekayaan sang ayah. Termasuk Rachel, cewek tajir, putri pemilik yayasan tempat Putra bersekolah yang tergla-gila padanya. Kendati tiap hari Rachel berusaha menarik perhatian Putra, tapi Putra harus akui dengan jujur bahwa ia tak memiliki ketertarikan pada cewek narsis dan suka tebar pesona itu.
Semakin lama, Putra benar-benar merasa hari-harinya sangat membosankan. Tiap hari kerjaannya bermain game. Bahkan di sekolah, ketika pelajaran sedang berlangsung, bukannya mendengarkan pelajaran, Putra malah asyik membaca majalah game langganannya. Itulah yang menyebabkan nilai-nilai mata pelajarannya merosot tajam. Hingga akhirnya, Putra terpaksa dimasukkan Pak Latif ke kelas ‘After School’ (semacam kelas bimbingan belajar atau les) yang diadakan di luar jam sekolah, untuk mengulangi mata pelajaran yang nilai-nilainya anjlok. Meski berat, tapi Putra tak memiliki pilihan lain selain masuk ke kelas ‘After School’ akibat ulangan mata pelajaran fisikanya mendapat nilai 5 secara berturut-turut.
Awalnya, Putra merasa bete dan stres harus menjadi salah satu penghuni kelas ‘After School’ yang berisi sekumpulan anak-anak bodoh, norak, dengan karakternya yang aneh dan suka melakukan tindakan-tindakan konyol. Bahkan Putra sering dikerjain oleh mereka. Namun, seiring berjalannnya sang waktu, Putra mulai merasa nyaman menjadi penghuni kelas yang dipenuhi anak-anak jahil dan usil itu. Bahkan, setelah nilai mata pelajaran fisikanya berhasil mendapat angka 7, Putra merasa berat meninggalkan kelas ‘After School’.
Entah mengapa, setelah bergaul cukup lama dengan anak-anak ‘After School’ hidup Putra serasa menjadi lebih berwarna. Ia merasa tak kesepian lagi dan mulai menyukai hidupnya yang tak lagi membosankan ketika bersama dengan mereka. Meski mereka sering berbuat kekacauan dan mengerjainya, tapi mereka benar-benar tulus berteman dengannya, bukan karena ada pamrih. Perlahan tapi pasti, Putra mulai menyadari bahwa dalam hidup ini seseorang harus memiliki impian atau cita-cita. Putra bercita-cita ingin lebih hebat dan sukses dari ayahnya.
Sementara di sisi lain, ada hal yang membuat Putra merasa berat ketika harus meninggalkan kelas itu. Diam-diam, selama ini ia telah jatuh hati pada Cleo, ketua geng ‘After School’ yang juga diam-diam menyukainya. Walau Cleo menyadari, bila ia harus bersaing dengan Rachel, gadis cantik dan popular yang selama ini dikabarkan dekat dan telah berpacaran dengan Putra.
Novel dengan bahasa ringan khas remaja, karya penulis yang memiliki nama asli Okke Rizka Septania ini, juga menyelipkan pesan penting untuk para orang tua agar memberi kesempatan seluas-luasnya pada anak-anaknya untuk memilih sendiri impian hidup mereka. Orang tua yang baik dan bijak tidak akan memaksakan kehendak pada anaknya. Tapi tidak juga tidak memedulikan anaknya. Orang tua yang baik adalah yang menyadari kemauan sang anak. Bila keinginan anaknya bersifat positif maka sebagai orang tua seharusnya mendukung. Ya, memiliki impian, memang menjadi sebuah keniscayaan bagi setiap orang, agar hidup yang dijalani benar-benar bermakna, penuh warna dan bahagia.
***
Diresensi oleh: Sam Edy Yuswanto.